Mengurus Surat Tilang

Sebetulnya kejadian ini udah lama berlangsung, tapi mungkin ada baiknya diceritakan, siapa tahu bermanfaat bagi siapa saja.

Awal mula cerita terjadi saat mau ke nikahan seorang teman di Tanjung Priok tanggal 27 Januari 2008, janjian konvoi motor. Karena yang lain berangkat dari Depok, dan saya sendiri dari rumah, janji ketemu di Cawang Halim. Akhirnya perjalanan berlangsung melewati jalan di bawah jalan layang tol cawang-tanjung priok. Kebetulan karena ada seorang teman rumahnya di tanjung priok, beliau didaulat sebagai penunjuk jalan, dan yang lainnya mengikuti di belakangnya. Awalnya sih mulus-mulus aja, sampai ketika di dekat samsat kebon nanas, saat jalan bercabang menjadi jalur cepat dan lambat. Sesuai peraturan motor harusnya lewat jalur lambat, tetapi entah kenapa si teman sang penunjuk jalan lewat jalur cepat, awalnya agak ragu sih, tapi karena takut tercecer, soalnya memang terakhir dalam barisan, akhirnya ikut pula masuk jalur cepat.

Sekitar 60 meter tiba-tiba dipriitt sama bapak Polisi. Yup kena stop. Sudah terbayang ingatan masa lalu ketika distop oleh polisi dan dapat perlakuan yg tidak 'nyaman' :p. Tetapi sepertinya reformasi yg ada di tubuh POLRI buka isapan jempol, bapak polisi memberi salam dengan ramah, kemudian menanyakan kenapa lewat jalur cepat, ya saya sih mengakui dengan jujur kalau memang saya salah. Akhirnya saya minta tilang dan untuk yg ditahan saya minta SIM saja, berhubung STNK itu atas nama orangtua, hehehehe. Akhirnya dapat surat cinta yang isinya untuk menghadiri sidang di PN Jakarta Timur tanggal 8 Februari 2008. Sempet dikasih tahu juga lokasinya sama bapak Polisi, soalnya emang saya gak tahu jadinya dengan polos nanya dimana, hehehehe. Ternyata di Pulomas situ tho.

Dari 4 motor yg konvoi itu ternyata kisahnya berbeda saat perjumpaan dgn Polisi. Kalo cerita saya seperti di atas, satu orang sama persis dgn saya dapet sidang tanggal 8 Februari juga. Satu orang dapatnya tanggal 1 Februari, kok lebih cepet ya? sedang yg terakhir, sang penunjuk jalan, malah tidak kena, ya berhubung beliau tercatat sebagai mahasiswa Sekolah Tinggi Sandi Negara, beliau mempunyai kartu anggota pegawai Lembaga Sandi Negara, jadi beliau 'dibebaskan' oleh Polisi. Agak kesal sih, tapi ya itu mungkin lagi rejekinya gak kena tilang :p.

Ya udah sekarang nunggu sidang, awalnya blank bakal diapain, agak ngeri sih maklum statusnya terdakwa nih, hehehehehe. Tetapi setelah nyari-nyari di Internet akhirnya dapet cerita-cerita menarik. Selain itu dapet juga daftar denda-nya, menurut di table itu kayaknya sih kena pasal 61(1) Yo Psl.23(1) d Yo Psl 8 (1) b UULAJ Yo Psl 21 (1) & (4) PP 43/1993, gak tahu itu apaan, soalnya saya cuma copy-paste dari tabel-nya doang :p. Intinya di situ pelanggarannya "Mengemudikan kendaraan bermotor di jalan melanggar rambu-rambu perintah atau larangan" kena dendanya Rp 30 ribu. Ya udah besok berarti bawa duit setidaknya 30 ribu.

Akhirnya tanggal 8 Feb pergi ke PN Jakarta Timur bareng teman, bukan-bukan bukan sama yg sama-sama sidang tgl 8, tapi sama yg sidang tgl 1. Berhubung tgl 1 Feb Jakarta dilanda hujan badai, dia gak dateng waktu tgl 1 Feb. Sampe di sana jam 09.30, trus langsung ke loket lalu lintas yang ada di sana. Karena memang hari itu sepi antrian cuma dua orang, saya sama teman saya, hehehehe. Teman saya dipanggil, lalu langsung disuruh bayar denda sebesar Rp 30.000. Kemudian saya dipanggil, saya lihat petugas mencap surat tilang saya, kemudian menuliskan sesusatu. Lalu surat tilang tsb dikembalikan kepada saya, kemudian petugas itu mengatakan sidangnya diundur jadi minggu depan tgl 15 Februari. Saya bertanya kenapa diundur? Dia menjelaskan bahwa hari ini seharusnya libur (tgl 7 Feb itu tgl merah Hari Imlek, dan rencananya 8 feb itu cuti bersama, tapi dibatalkan oleh pemerintah). Saya pun bertanya bukannya cuti bersamanya dibatalkan pak? Beliau mengatakan bahwa pengumuman pembatalan itu mendadak sehingga PN Jakarta Timur tetap libur. ???? Aneh memang, ya.. itulah Indonesia.

Lalu kenapa teman saya langsung bayar denda dan mendapatkan SIM-nya kembali? Itu karena sidangnya harusnya tgl 1, jadi mungkin dia disidang secara in-absentia. Jadi dia tinggal bayar dendanya. Ya sudahlah sebagai hamba hukum patuh saja sama keputusan pengadilan, kalau diundur ya diundur, hehehehe.

Tgl 15 Feb datang lagi, kali ini sampai di sana pukul 09.40. Suasana lebih ramai dari tanggal 8. Baru saja sampai langsung dihampiri mas-mas, sepertinya calo, berikut percakapannya
Calo : mau urus apa mas?
saya : SIM
Calo : mau dibantu?
saya : makasih gak usah
calo : lama lho, sejam lagi istirahat
saya : ya gapapa klo istirahat, ditunggu sampe masuk lagi.

langsung menuju ke loket, sebelum sampai, tiba2 ada bapak2 tua memakai baju koko dan kopiah tiba-tiba langsung mencegat, kemudian nawarin jasa calonya. Agak kasar dan gak sopan dibanding mas-mas yg tadi, langsung aja saya bentak gak. Kemudian serahin surat tilang ke loket, nunggu dipanggil lama banget, agak banyak memang 'terdakwa'-nya. Saya lihat banyak sekali orang yg juga kena tilang tampangnya linglung semua, sehingga banyak pula yang percaya pada calo. Akhirnya setelah agak lama berdiri dipanggil juga saya, disuruh menuju ke ruang sidang.

Sampai di ruang sidang disuruh menunggu, lumayan bosen juga. Saat nunggu sempet ngobrol sama 'terdakwa' yang lain hehehe. Rata-rata meraka pada gak sabaran dan sepertinya mereka cenderung mememilih 'damai' di jalan dibandingkan ikut sidang. Akhirnya para 'terdakwa' dipanggil satu-satu, saya termasuk yang dipanggil awal-awal. Saat di depan meja hakim saya hanya melihat dan mengikuti berkas tilang serta SIM saya ditandatangani para hakim kemudian saya ambil dan serahkan ke kasir (letak kasirnya cuma di depan meja hakim-nya) lalu diberitahukan denda-nya, sebetulnya denda-nya ada di berkas tilang-nya tapi saya sengaja tidak segera mengeluarkan uang biar kasirnya memberi tahu, yak Rp 26.000 itu jumlah denda tilang yg saya harus bayar. Saya ambil SIM saya, kemudian keluar ruang sidang, sejenak lihat jam di handphone, pukul 10.15. Wowww kata siapa ngurus tilang susah? dateng jam 09.40 selesai jam 10.15 cuma 35 menit. Hehehehe. Gampang kok dan gak lama. Salut deh ama ditlantas polda metro jaya dan sedikit salut buat PN jakarta Timur (soalnya sidang saya diundur gara-gara alasan yg aneh).

Jadi saya sarankan buat siapa aja yang melanggar lalu lintas di jalan, mending jangan main 'damai' sama polisi. Soalnya jelas-jelas kita salah (bagi yg bener-bener salah) mosok nambahin kesalahan lagi dengan menyuap si bapak polisi. Lagipula dendanya cuma 26 ribu kok, klo di jalan kan keluar setidaknya 50 ribu.

Kalau mau Indonesia tertib dan maju, memang harus kita tertibkan dan majukan diri kita sendiri terlebih dahulu.

3 comments:

Rika said...

Salam kenal. Saya di wilayah Jaktim kena tilang nyoba minta slip biru. DItulis dendanya 50ribu. DI rmh saya liat2 tabel dan tnyata 50rb itu utk pelanggaran berat yg saya nggak lakuin. Tetep aja zalim. Gak ngerasa salah aja 50rb (sy cm ngalah krn tau gak bakal menang adu mulut).

anjar widianto said...

@Rika
Boleh tahu kesalahannya apa? Pengalaman klo pakai form biru, entah kenapa denda-nya selalu lebih besar dibandingkan ikut sidang. Kalo bisa minta disertakan jg kesalahannya apa dan pasal yg dilanggar apa, biar (oknum) polisi-nya gak asal aja

The ZHORVANS said...

Ada yg punya tabel denda dari pelanggaran2 tersebut ga yah?? Posting doong...

Thanks

Post a Comment