Sebelumnya ada baiknya gw ceritain dulu kisah tentang ibu gw. Ibu gw itu adalah salah seorang guru di SLB C Zinnia lokasinya di bilangan Tebet Jakarta Selatan. Ibu gw jadi guru di situ udah dari sejak gw belum lahir bahkan sebelum ibu menikah, kira-kira tahun 1982 atau 1983 ya? Ya sebetulnya udah sering banget ibu cerita mengenai kesehariannya mengajar di SLB bagian C, buat yang belum tahu SLB bagian C itu adalah sekolah yang diperuntukkan untuk anak-anak yang mengalami gangguan mental atau istilahnya tunagrahita. Dari cerita ibu ini gw seringkali tersadar bahwa sesungguhnya gw telah diberi nikmat oleh Allah subhanahu wa ta'ala yang sangat besar, diberikan hidup yang normal dan diberikan otak dan syaraf yang mampu bekerja normal sehingga gw bisa menjalani hidup ini. Selain itu pula gw merasa tersindir karena mereka ini walaupun dengan kekurangan yang mereka miliki mereka sangatlah jujur dan tulus, sedangkan gw yang normal ini seringkali masih sering tidak ikhlas dan tidak jujur.
Ada salah satu murid ibu gw, sebutlah namanya putri (bukan nama sebenarnya) sekarang berdasarkan penuturan ibu gw dia udah gak sekolah lagi di sana. Suatu hari di saat pelajaran budi pekerti ibu mengatakan pada murid-muridnya kalau kita mau berangkat sekolah sebelum berangkat harus cium tangan sama orang tua. Kemudian ibu gw nanya ke setiap murid di kelasnya (jumlah murid di suatu kelas SLB tidaklah sebanyak di sekolah-sekolah biasa) "Tadi pagi udah cium tangan bapak sama ibu kan?", hampir semua murid yang ditanya menjawab dengan semangat dan antusias "Udah bu guru!". Sampailah ibu kepada si putri, kemudian ibu menanyakan hal yg sama, tapi putri malah terdiam dan merenung sambil merengutkan bibirnya tanpa menjawab. Ibu mengulangi pertanyaannya, "Putri tadi cium tangan ibu sama bapak kan?" akhirnya setelah dipaksa putri pun menggeleng lemah. Ibu pun berkata kalau mau berangkat sekolah harus cium tangan ibu sama bapak.
Esoknya ibu pun bertanya kembali kepada putri apakah tadi sebelum berangkat sudah cium tangan ibu sama bapak belum? Putri pun menjawab dengan polos, "Bu guru kalau cium tangannya sama pembantu boleh gak?", ibu pun menjawab "Ya gak bolehlah kalau cium tangan dan pamit ya sama orang tua". Putri pun menjawab dengan nada sedih, "Kalau pagi-pagi mau berangkat bapak sama ibu masih tidur bu, abis subuh bapak ama ibu tidur lagi, jadi putri gak bisa cium tangan, kalau cium tangan ama pembantu boleh gak, soalnya kalau pagi-pagi putri mau berangkat, mbak udah bangun". Mendengar jawaban itu ibu pun tertawa.
Ternyata putri menganggap persoalan ini dengan serius, hari-hari berikutnya menurut cerita ibu saat hendak berangkat sekolah putri selalu menangis dan gak mau berangkat sekolah kalau belum cium tangan dan pamit sama orangtuanya. Akhirnya orangtua si putri tersadar juga, sejak itu sehabis shalat subuh mereka tidak tidur lagi (berhubung orangtua putri bekerja sebagai pedagang bukan pegawai kantoran yang harus berangkat pagi setiap hari). Akhirnya putri pun bisa pamit dan cium tangan kepada orangtuanya setiap pagi, plus melambaikan tangan saat masuk ke dalam mobil "dadahhh".
Hehehehe lucu memang, berawal dari hal yg kecil seperti cium tangan itu, putri mampu mengubah kebiasaan orangtuanya menjadi lebih baik yaitu tidak tidur lagi sehabis shalat shubuh.
Jadi kalau putri saja bersikeras buat bisa pamitan dan cium tangan setiap mau berangkat ke sekolah. Bagaimana dengan kita? Kalau kita mau berangkat sekolah, kuliah ataupun kerja masihkah kita sempatkan waktu untuk pamitan dan cium tangan ibu dan bapak? semoga kita gak kalah sama si putri.
Tadi pagi udah cium tangan belum?
Posted by
anjar widianto
on January 8, 2008
Labels:
kisah murid-murid ibuku
1 comments:
Nice posting..
Post a Comment